K.H. Abdullah Yaqin, seorang
Kyai yang dilahirkan dari pasangan Kyai Abdul Yaqien bin Qidam dan Nyai
Hamidati di Desa Bunder Kecamatan Batu Awu Kabupaten Pamekasan, Madura pada
tahun 1911.Beliau memiliki beberapa saudara kandung yakni Kyai Abdul Karim
Yaqin, putri kembar Nyai Sarwani dan Nyai Sartina,dan terakhir Nyai Fatinnah.
Kyai Sepuh, begitulah beliau dikenal, adalah sosok yang selalu semangat dalam
mencari ilmu agama, pernah belajar di pondok pesantren Sumber Anyar, Pamekasan,
Madura. Masa kecil Kyai Sepuh di Pesantren ini banyak dihabiskan dengan
berkhidmat (Ngabdih). Beliau selalu membantu meringankan
pekerjaan-pekerjaan kecil sang guru seperti menyuguhkan teh untuk tamu, membersihkan
dhalem Kyai, dan menunggu makanan sisa dari gurunya meskipun tinggal
sesuap nasi ataupun seteguk air untuk diambil barokahnya.
Setelah cukup memperoleh
pendidikan dasar dengan baik di pesantren Sumber Anyar, kemudian Kyai Sepuh
pindah mondok di pesantren Banyuanyar. Disini beliau tetap mengabdi kepada guru
seperti yang beliau lakukan saat di Sumber Anyar. Kemudian beliau mondok ke
Tempurejo, Jember. Tujuan beliau ke Tempurejo yakni karena patuh pada perintah
Kyai Abdul Hamid, Banyuanyar untuk ikut putranya, Kyai Abdul Azis Ali Wafa yang
hijrah ke Tempurejo. Kehidupan K.H. Abdullah Yaqin di Tempurejo sangat
sederhana. Biaya hidup dan biaya untuk membeli kitab-kitab kebutuhan untuk
belajar, rata-rata adalah hasil jerih payah sendiri. Selama di pesantren, Kyai
Sepuh sering kali bertahan beberapa hari lamanya tanpa sebutir beras pun yang
dapat dimasak untuk kemudian dikonsumsi. Beliau selalu hidup sederhana, tak
jarang dalam kesehariannya, beliau mencari koddu’
(buah pace) dan direbusnya dalam dandang sejak sebelum magrib dan dibiarkan
buah tersebut hingga larut malam saat kebanyakan santri sudah terlelap.
Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang lain, Kyai Sepuh hidup dipondok sambil berwirausaha. Menjual batik
danmenjadi penyalur minyak wangi,pernah beliau lakukan. Disamping berwirausaha
beliau juga massa’en (memaknai) kitab-kitab temannya yang ketinggalan
pelajarankemudian beliau diberi uang tanpa diminta sebelumnya, bukan berarti
beliau mengambil untung dari hal tersebut melainkan dengan niat tidak ingin
membebani orang tua dan mengabdi bagi agama, nusa dan bangsa.
Saat meneruskan tonggak
kepemimpinan Kyai Isyad untuk mengasuh pondok pesantren di Mlokorejo, beliu
sering kali melakukan sendiri semua hal dalam memajukan pondok pesantren.Demi
memenuhi hajat keilmuan, beliau tidak segan-segan turun langsung dalam
keseharian santri-santrinya. Selain aktif mengontrol keadaan sarana dan
prasarana pondok, K.H. Abdullah Yaqin juga selalu menjaga kebersihan setiap
sudut pesantren yang beliau bina. Dalam pelaksanaan pembersihan itu sekalipun
tak pernah beliau berpangku tangan atau sekedar mengawasi saja. Akan tetapi
beliau juga ikut bekerja bersama para santri yang telah beliau tunjuk, itupun
setelah beliau berikan contoh dan tata cara praktisnya. Bahkan suatu kali
beliau pernah menyuruh beberapa santrinya untuk membersihkan kandang ayam yang
terletak dibelakang dhalem. Sebagaimana kebiasaan beliau terlebih dahulu
dicontohkannya cara pembersihan yang efektif hingga tidak terasa hampir
setengah dari pekerjaan tersebut beliau lakukan sendiri.
Kesederhanaan K.H. Abdullah
Yaqin bisa kita teladani dari bagaimana upaya beliau untuk selalu mengajarkan
kepada keluarga dan santrinya dalam menjalani kehidupan dengan pola hidup
sederhana. Beliau adalah sosok Kyai yang sangat dihormati masyarakat karena
selain memiliki keilmuan dibidang agama yang mendalam, beliau juga berjiwa
nasionalisme yang diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari.Contoh kecilnyaadlah
ketika beliau mewajibkan santri untuk mengibarkan bendera merah putih di
sekitar area pesantren tiap tahunnya mulai tanggal 01-31 Agustus untuk
memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Beliau juga dikenal dengan kiprahnya
dalam upaya melawan agresi militer Belanda tahun 1945-1949. Dimana beliau juga tergabung dalam salah satu pembesar
Laskar Hizbullah.
Diakhir
hayat beliau, K.H. Abdullah Yaqin mengidap penyakit darah tinggi, namun
disembunyikan dari keluarga dan para santrinya sehingga tidak ada yang tahu
bahwa beliau sakit. Meskipun Sakit tetapi Kyai Sepuh dengan penuh semangat
tetap istiqomah dalam mengajar.beliau dengan sabar tetap masuk dan mengajar
seperti biasa karena saking cintanya beliau terhadap ilmu dan tujuan mulia Kyai
Sepuh untuk mengamalkan amar ma’ruf nahi mungkar khususnya lewat pendidikan.
Hingga pada akhirnya penyakit tersebut terjadi komplikasi. Beliau diketahui
sakit parah saat beliau masuk rumah sakit dan butuh penanganan medis. Sekujur
tubuh beliau lumpuh dan dari kesimpulan tim medis yang menangani sakit beliau
bahwa sebenarnya sakit yang beliau idap telah lama dan kronis akan tetapi hal
tersebut tertutupi dengan ketabahan, ketegaran dan semangat hidup beliau yang
sangat tinggi. Kyai Sepuh wafat pada tahun 1996, dengan meninggalkan warisan berharga bernama Bustanul
Ulum.
Latar Belakang Keluarga
Dengan
genealogi seseorang bisa mengetahui silsilah kekerabatan, suatu jaringan
hubungan antara seseorang dengan orang lain yang masih memiliki hubungan darah,
atau hubungan yang tercipta karena warisan gen melalui aktifitas reproduksinya.
Maka dari itu untuk mengetahui lebih jauh tentang sosok KH. Syamsul Arifin
Abdullah harus diketahui genealoginya.
KH.
Syamsul Arifin Abdullah lahir dan dibesarkan dikeluarga yang sederhana yang
dikenal fanatik Islam. Dari kecil beliau sudah di didik di lingkungan yang
agamis dari kedua orang tuanya. Semangat belajarnya tergolong tinggi terutama
ilmu-ilmu agama, sebab sejak beliau masih kanakkanak termasuk orang yang cinta
ilmu pengetahuan, semangat belajarnya tak pernah padam sebagaimana ulama-ulama
besar Nusantara.
KH.
Syamsul Arifin Abdullah yang kerap dipanggil Ra Syamsul bagi masyarakat (Ra,
adalah sebutan dari putra seorang Kyai atau bisa disebut juga dengan Gus)
beliau adalah pengasuh kedua Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo Puger
jember, beliau lahir di Mlokorejo pada tanggal 2 Februari 1962, beliau lahir
dari pasangan suami istri yaitu KH. Abdullah Yaqien dengan Ny. Hj Hamidah
Irsyad Hasyim.
Yang
mana KH. Abdullah Yaqien adalah seorang pejuang dan juga bapak pendidikan yang
mempunyai semangat tinggi untuk mendirikan sekaligus memajukan Pondok Pesantren
Bustanul Ulum Mlokorejo pada saat itu. dan Ny. Hj Hamidah Irsyad Hasyim
merupakan sosok Uswatun Hasanah yang patut kita teladani. Yang mana beliau
adalah salah satu seorang Nyai yang memiliki banyak keafdhalan diantaranya
sifat Muti’ah, Halimah dan Qana’ah yaitu sifat yang sulit untuk kita miliki,
sifat yang juga jarang untuk kita aktualisasikan di kehidupan kita.
KH.
Syamsul Arifin Abdullah, nama awal beliau adalah Abu Sairi karena beliau lahir
ketika ayahnya bepergian ke Jakarta menghadiri suatu undangan, maka oleh
kakeknya diberi nama Abu Sairi yang artinya Abu adalah bapak dan Sairi adalah
bepergian (bapak bepergian). Dan ketika ayah beliau yaitu KH. Abdullah Yaqien
datang dari Jakarta ada seorang yang sowan dan matur kepada beliau bawasannya
seorang tersebut bermimpi didatangi oleh orang sholeh untuk memberi nama kepada
putra KH. Abdullah Yaqien dengan nama Syamsul Arifin Abdullah. Maka dirubahlah
nama Abu Sairi menjadi Syamsul Arifin Abdullah.
KH.
Syamsul Arifin Abdullah memiliki beberapa saudara yang keseluruhan nama
depannya berhuruf Ain ( ع ) diantaranya Abdul Aziz, Abdul Muqid, Ny. Azizah,
Ny. Asimah, Ny. Aisah, KH. Abdul Hamid Abdullah, KH. Abdul Halim Abdullah.
Dan
juga KH. Syamsul Arifin Abdullah mempunyai seorang istri yang bernama Ny. Hj.
Karimah Abdullah yaitu putra dari KH. Abdullah Schal Bangkalan Madura dan
dikaruniai 6 putra diantaranya adalah:
1. Pertama
Abdullah Hanani.
2. Kedua
Sultonah.
3. Ketiga
Abdul Mughiz.
4. Keempat
Muhammad.
5. Kelima
Romlah Hamidah
6. Terakhir
Atiah Mutmainnah
Pendidikan
Dalam
pendidikan, KH. Syamsul Arifin Abdullah kini tinggal penyesalan, karena beliau
hanya menggeluti dalam bidang Tafakkuh Fiddin baik dalam negeri maupun diluar
negeri. Beliau mengenyam pendidikan formal tidak sampai selesai, beliau hanya
di SD, SMP dan beliau berhenti ketika dikelas 2 Madrasah Aliyah. Begitu juga
beliau dalam mengenyam di sebuah pondok pesantren beliau tidak tumakninah
menuntut ilmu dikarenakan tekanan pesikologi beliau sering sakit. Beliau pernah
mondok di pondok pesantren Darul Ulum Palengaan Banyuanyar Pamekasan Madura,
setelah selesai mendalami ilmu di pondok pesantren Darul Ulum Palengaan
Banyuanyar Pamekasan Madura selama kurang lebih 10 tahun beliau masih merasa
kurang untuk mendalami ilmu agama. Dan akhirnya beliau terus melangkahkan
kakinya setelah dari pondok pesantren Darul Ulum Palengaan Banyuanyar Pamekasan
Madura. Dan kemudian bersinggah di pondok pesantren Syaikhona Kholil Demangan
Bangkalan Madura untuk melanjutkan mendalami ilmu agama.
Semangat belajar yang tidak pernah
padam membuat beliau terus bersemangat untuk memperdalam ilmu agama,
sebagaimana ulama-ulama besar Nusantara yang tak pernah puas akan mempelajari
ilmu agama tanpa belajar dari tempat-tempat sumber agama Islam yakni Makkah Al
Mukarromah.
Dengan semangat yang tinggi kemudian
beliau melanjutkan menuntut ilmu diluar negeri dan telah tuntas menyelesaikan
jenjang pendidikan di Uum Qura Mekkah dengan bimbingan halaqah mudarris
Masjidil Haram dibawah asuhan Ulama’ terkemuka pada waktu itu diantaranya
seperti :
1. Sayyid
Muhammad bin Alawi.
2. Syekh
Ismail Zain Al-yamani.
3. Syekh
Abdullah Dardum.
4. Masyaikh
madrasah Shalutiyah.
Kehidupan KH. Syamsul Arifin Abdullah
KH.
Syamsul Arifin Abdullah sedari kecil dididik oleh ayahnya yaitu KH. Abdullah
Yaqien yangmana ayah beliau KH. Abdullah Yaqien adalah seorang pejuang dan juga
bapak pendidikan yang mempunyai semangat tinggi untuk mendirikan sekaligus
memajukan Pondok Pesantren, dan kakek beliau yaitu KH. Irsyad Hasyim merupakan
salah seorang santri Syaikhona Moch. Kholil Bangkalan.
Sedari kecil KH. Syamsul Arifin
Abdullah dididik dan dibesarkan dalam semangat memelihara derajat penguasaan
ilmu-ilmu keagamaan tradisional. Apalagi KH. Abdullah Yaqien yaitu ayah beliau
merupakan seorang alim besar pada zamannya, banyak sekali kitab-kitab tafsir Al
quran yang ditelaahnya dan demikian pula dalam mengambil suatu hukium tidak
lepas dari pandangan dan ahli hukum Islam.
KH. Syamsul Arifin Abdullah adalah
pemimpin pondok pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo Puger Jember pada tahun 1988.
pondok pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo Puger Jember ini didirikan oleh
ayahnya yaitu KH. Abdullah Yaqien pada tahun 1940. Dan KH. Syamsul Arifi
Abdullah ini mendapatkan amanah untuk melestarikan dan mengembangkan pondok
pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo Puger Jember oleh ayah beliau yang bermanfaat
dan kiprahnya dalam masyarakat cukup bagus ditandai dengan bukti dari para
alumnus pondok pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo Puger Jember yang berkiprah
dalam masyarakat terpandang baik oleh masyarakat.
Meneladani jejak sang guru, KH.
Syamsul Arifin Abdullah selalu berupaya berhubungan dekat dengan
santri-santrinya. Bahkan dalam mendidik para santri beliau menerapkan pola
Shuhbah (berteman dengan para santri). Tak mengherankan para santripun merasa
sangat dekat dan disayang oleh beliau.
Dimata
santri, sosok KH. Syamsul Arifin Abdullah seperti yang digambarkan Ibnu Abbas
RA, ‘’sikap seorang alim kepada muridnya adalah laksana ayah yang berbelas
kasih kepada anaknya sendiri’’.
Selain
akrab dengan para santri, beliau juga sangat akrab dengan penduduk sekitar dan
masyarakat pedesaan didaerah Puger Jember. Beliau tak pernah sekalipun
membeda-bedakan tamu yang mengunjungi pesantrennya. Beliau juga tak jarang
berkunjung atau menghadiri undangan masyarakat desa, meskipun hanya sebuah undangan
sederhana misalnya makan bersama ataupun aqiqah kecil-kecilan.
Karier
Setelah
mendalami ilmu di beberapa pesantren di dalam maupun di luar negeri, kebanyakan
para kyai memulai aktivitas dakwahnya dengan mendirikan sebuah pondok
pesantren. Akantetapi berbeda dengan tradisi tersebut, KH. Syamsul Arifin
Abdullah diamanahi oleh ayahnya KH. Abdullah Yaqien untuk memimpin pondok
pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo Puger Jember.
Pada tahun 1988 KH. Syamsul Arifin
Abdullah mulai memimpin pondok pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo menggantikan
ayahnya KH. Abdullah Yaqien. Dan pada awal kepemimpinannya beliau ada perubahan
dalam lembaga pembelajarannya, tepatnya apda tahun 1989 lembaga pendidikan
formal yang ada di lingkungan pondok pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo di
non-aktifkan. Hal ini dikarenakan sistem pendidikan lembaga formal pada saat
itu kurang maksimal, karena kurangnya tersedianya sumber daya manusia yang
memadai. Maka, KH. Syamsul Arifin Abdullah memutuskan untuk mengembanlikan
sistem pendidikan pondok pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo pada sistem
salafiyah, dengan harapan para santri agar menjadi generasi yang Tafaqquh
Fiddin yaitu generasi yang menjalani kehidupan sesuai dengan syariat Islam.
Seiring dengan perkembangan zaman
dan pembelajaran non-formal saja tidak cukup. Maka KH. Syamsul Arifin Abdullah
banyak menerima masukan dari kalangan masyarakat, sesepuh dan para wali santri
mengharapkan agar dilingkunagan pondok pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo
didirikan kembali lembaga pendidikan formalnya.
Setelah melaui proses dengan para
sesepuh, wali santri dan juga masyarakat setempat yang sangat panjang dan
akhirnya tepatnya pada tahun 2000 SMP Plus Bustanul Ulum didirikan. Melihat
perkembangannya minat santri dan masyarakat setempat yang semakin tinggi
terhadap pendidikan ilmu formal, maka tiga tahun kemudian didirikanlah SMA Plus
Bustanul Ulum tepatnya pada tahun 2004. Dan tiga tahun kemudiannya lagi
tepatnya pada awal tahun 2007 pondok pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo Puger
Jember bekerja sama dengan Univesitas Islam Jember (UIJ) untuk membuka kelas
filial di lingkungan pondok pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo Puger Jember.
Seperti dawuh dari KH. Syamsul
Arifin Abdullah bawasannya pondok pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo Puger
Jember ini akan terus dikembangkan dari segi pembangunan maupun yang lainnya
sampai hari kiamat nannti.
KHR.
Abdullah Hanani, sosok yang familiar
dipanggil Lora Hanani atau Ra Hanani memiliki nama lengkap Abdullah Hanani
Syamsul Arifin, M.Hum, dengan nama pena Ibnu Syamsul El-fikri, lahir di
Bangkalan Madura, pada tanggal 15 Januari 1989.Ra Hanani merupakan putra
pertama KH.Syamsul Arifin Abdullah dan Nyai Hj.Karimah Aschol, dan merupakan
cucu dari KH. Abdullah Yaqien, pendiri Pondok Pesantren Bustanul Ulum
Mlokorejo. Ra Hanani yang biasa
dipanggil Kak Han oleh adik-adiknya ini memiliki lima saudara kandung, yaitu :
Neng Uul, Ra Mughist, Ra Muhammad, Neng Romlah, dan Neng Athiyah. Ra Hanani
memiliki seorang istri yang bernama Neng
Siti Ernawati, M.Pd dan dikaruniai putri yang bernama Karimah Fadhilah Abha, seorang
putra bernama Muhammad dan putri Bungsu bernama Sumtin Makiyah.
Sebagai cucu dari KH.Abdullah Yaqien,
Beliau memiliki sifat yang hampir mirip dengan kakeknya tersebut. Beliau
memiliki jiwa sosial yang tinggi dan senang berbaur dengan masyarakat serta
memiliki kegemaran menulis. Kegemaran menulisnya ini di mulai sejak kelas 1 MA.
Sejak belia Lora Hanani mempunyai cita-cita mulia yaitu ingin membahagiakan
orang tuanya. Riwayat pendidikan Beliau diawalidi TK Irsyadun Nasi’in Kasiyan,
kemudian di MI Bustanul Ulum 01 Mlokorejo. Lalu pendidikan lanjutan pertama di
selesaikan di SMP Plus Bustanul Ulum 01 Mlokorejo, dan setelah itu melanjutkan
ke MA Darul Ulum 01 Banyuanyar Pamekasan.
Berkaitan dengan masa-masa
pendidikan, ada kisah menarik yang pernah dialami oleh Lora Hanani, yaitu tiga
hari sebelum Beliau berangkat ke pondok, Lora Hanani dipanggil oleh abahnya,
kemudian Beliau disuruh menulis dan diberi pertanyaan (tentang nahwu dan
sorrof) namun pada saat itu tulisan dan jawaban Beliau kurang memuaskan
hati abahnya, meski begitu abah Beliau tidak menunjukkan sikap kurang puasnya
secara berlebihan. Hal itulah yang menjadi penyemangat bagi Lora Hanani untuk
belajar maksimal selama di pondok, dan
setelah beberapa bulan di pondok, Beliau terpilih menjadi santri terbaik dalam
semua bidang.
Lora Hanani pertama kali mondok di daerah
Lirboyo kemudian melanjutkan pendidikannya di Banyuanyar, setelah itu di Timur
Tengah. Untuk pendidikan S-1 Beliau tempuh di Universitas Islam Sunan Ampel
Surabaya dan pendidikan S-2 Beliau tempuh di Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogjakarta.
Jiwa organisatoris Beliau muncul
sejak tahun 2003, diantaranya Beliau pernah menjadi sekretaris OSIS MA Darul
Ulum pada tahun 2003-2004. Pemimpin redaksi buletin mingguan Attadzkir pada
tahun 2004-2005, Ketua Dumenk’s (Duduk menulis menunggu kekasih) pada tahun
2005-2006 dan menjadi ketua Forsija (Forum Silaturrahmi Santri Asal Jawa)
komesariat Jember, pada tahun 2005-2006. Selain aktif dalam berorganisasi,
Beliau juga memiliki banyak prestasi dalam bidang karya tulis dan sastra. Prestasi yang pernah Beliau raih
diantaranya juara III lomba karya tulis Se-Duba pada tahun 2004, juara I
festival Tulis Puisi yang di adakan oleh FLP Ranting Banyuanyar pada tahun
2006.
Setelah masa pendidikan
diselesaikan, Lora Hanani pun kembali ke desanya, yaitu Desa Mlokorejo. Sesuai
dengan garis keturunan Beliau yang memiliki latar pejuang pendidikan, kini Lora
Hanani mengabdikan dirinya kepada masyarakat khususnya masyarakat Dusun
Sembungan, yaitu salah satu dusun kecil bagian dari Desa Mlokorejo. Di dusun
inilah saat ini Ra Hanani dan keluarga kecilnya kini tinggal. Hari-hari Beliau diisi
dengan kegiatan mengaji dan mengajar di Pondok Pesantren Bustanul Ulum AWS (Al-Yaqien Was-Surur),
yang Beliau rintis. Diantara kegiatan di AWS, Beliau juga aktif melaksanakan
kegiatan berdakwah. Dalam berdakwah, Beliau dikenal sangatlah fokus dan
telaten. Dengan gaya bahasa yang mudah dipahami, serta sesekali melontarkan joke
yang segar dan kadangkala satir, Lora Hanani sangat dikenal oleh
masyarakat, khususnya di wilayah Jember dan sekitarnya. Selain itu,
aktivitas lain Beliau adalah mengajar di
Banyuanyar setiap sebulan sekali dan
pada tahun 2019 ini, Lora Hanani diberi
amanat menjadi sekretaris Lembaga Dakwah Nahdhatul Ulama’ (LDNU) cabang
Kencong.
KHR. Abdul Mughis yang biasa dipanggil dengan Ra Mughis
memiliki nama lengkap Abdul Mughis, L.C. yang dilahirkan di Kota Jember Tanggal
08 Sya’ban 1411 H. Atau 15 Februari 1991 M tapatnya pada malam Rabu Ba’da
Isya’. Beliau memiliki nama laqab Abu Hannah yang merupakan putra ke – 3 dari
pasangan Kyai Syamsul Arifin dengan Nyai Hj. Karimah Aschol Pengasuh Pondok
Pesantren Bustanul Ulum Mlokorejo. Kak/Dek Ais merupakan sebutan beliau dari
para saudaranya yang berjumlah 5, yaitu : KH. Abdullah Hanani, Nyai Sulthonah,
KH. Muhammad, Neng Romlah Hamidah, Neng Athiyah. Selain itu, Beliau juga
memiliki istri yang bernama Nyai Hj. Fatimatus Zahro’ yang sudah dikaruniai 3
orang anak yaitu : Neng Hannah, Neng Shofiyah, dan Lora Ertugrul.
Riwayat Pendidikan Beliau diawali di RA Irsyadun Nasi’in
kemudian dilanjutkan ketingkat dasar di MI Bustanul Ulum. pada saat Beliau
mengunyah pendidikan ditingkat dasar, ada kisah tersirat yang menarik serta
mengesankan dan hal ini merupakan salah satu kelebihan dari banyak kelebihan
yang beliau milik, yaitu tanpa menempuh kelas 4 pada pendidikan dasar,
melainkan dari kelas 3 beliau langsung naik ke kelas 5. Hal ini dituturkan
langsung oleh guru Beliau dengan alasan kepesatan prestasi atau kepintaran yang
Beliau miliki. Lalu pendidikan lanjut pertama Beliau selasaikan di SMP Plus
Bustanul Ulum Mlokorejo. Disana beliau menjabat sebagai Ketua Osis. Dan setelah
itu, beliau melanjutkan ke Pondok Pesantren Nurul Jadid. Sesuai dengan
kepesatan prestasi atau kepintaran yang Beliau miliki, disana Beliau mengikuti
Program Khusus (PK) yang memang dikhususkan bagi anak – anak yang memiliki kepintaran
di atas rata – rata. Akan tetapi hal ini sama sekali tidak menguras pada rasa
ketawaddu’an Beliau. Dibuktikan dengan keseharian beliau pada saat di Pondok Pesantren
Nurul Jadid, Beliau sama sekali tidak menunjukkan identitas asli Beliau
sehingga dengan siapapun atau kalangan manapun Beliau mau untuk menjalin tali
pertemanan bahkan persaudaraan. Setelah kurang lebih 3 tahun mengunyah
pendidikan Pondok Pesantren Nurul Jadid beliau melanjutkan pendidikannya ke
Negara Yaman atau lebih tepatnya Kota Tarim Hadromaut di Universitas Al –
Ahqoff yang berada di bawah naungan Habib Abdullah bin Muhammad Baharun.
Tak lepas dari kepribadian Beliau yang selalu haus dengan
berbagai ilmu. Selain giat mengikuti pembelajaran di Al- Ahqoff , beliau selalu
istiqomah mengikuti pembelajaran atau kajian yang berada di luar Al – Ahqoff.
Semisal Beliau selalu istiqomah setiap ba’da shubuh mengikuti pembelajaran pada
Habib Salim Bin Abdullah As-Syathiri di Rubat dan berbagai kajian – kajian
lainnya. Selain itu, beliau juga aktif di berbagai Organisasi diantaranya :
Sebagai pengurus AMI (Asosiasi Mahasiswa) Al – Ahqoff dan sebagai pengurus PPI
( Persatuan Pelajar Indonesia) Yaman.
Seperti halnya yang telah dituturkan langsung oleh KH
Syamsul Arifin bahwasanya beliau memanglah anak yang berbeda dengan anak – anak
yang lain bahkan dengan para saudaranya. Segala sifat serta tingkah laku Beliau
yang membuat beliau berbeda dengan yang lain. Keanehan bahkan ketidakwajaran
yang menjadi salah satu keunikan dari Beliau yang tak jarang menjadi sebuah
kelebihan dari Beliau.
Selain itu, salah satu sifat yang sangat menjadi identitas
dari beliau selain penyabar,lemah lembut, sopan santun, penolong dan suka
mengalah adalah ahli jama’ah, ahli aurod dan uniknya lagi Beliau adalah sosok
yang tidak suka terhadap pempublikasian sehingga tak heran apabila selalu
timbul teka – teki di setiap banak santri maupun masyarakat.