Bulan Agustus ini, bangsa Indonesia telah menikmati 76 tahun kemerdekaan.
Sudahkah kita melakukan yang terbaik dalam mengisi dan menikmati kemerdekaan
ini? Pertanyaan ini khusus saya sampaikan pada diri saya dan para pembaca yang
memilih untuk menjadi guru. Karena pertanyaan ini penting untuk kita renungi
dan kita temukan jawabannya secara luas, mengingat kita sebagai guru memiliki peran
yang sangat strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebuah amanat yang
tersemat pada Pembukaan UUD 1945 paragraf keempat.
Ada kemungkinan jawaban yang kita berikan adalah ‘Sudah namun
perlu ditingkatkan’, ada juga kemungkinan jawaban, ‘Belum’. Jawaban ‘belum’ ini
bisa saja kita pikirkan ketika kita melihat bahwa banyak guru yang lebih lebih
baik dari kita. Guru yang mempunyai tanggung jawab melaksanakan tugas dengan
sebaik mungkin, peduli, disiplin, religius, kreatif, santun, ramah, semangat,
rajin belajar, motivator, inspirator, teladan, dan sebagainya. Dan itu semua
dilakukannya demi berupaya menjalankan amanahnya menjadi pendidik dengan sebaik
mungkin sehingga dapat mewujudkan generasi yang berprestasi, generasi yang
produktif, generasi yang solutif, serta generasi yang siap mengabdi sebaik
mungkin dalam masyarakat, nasional, bahkan global. Untuk menyiapkan generasi Indonesia
emas, 100 tahun setelah merdeka.
Apabila ada yang belum menjadi sosok guru yang seperti ini,
maka sudah sepatutnya segera memperbaiki diri. Tidak ada kata terlambat untuk
memperbaiki diri. Lakukan saja sejak sekarang. Agar bisa menjadi guru yang
lebih berkualitas. Guru yang dapat berperan secara optimal dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa. Guru yang mengedepankan nilai-nilai ‘Ing ngarso sung
tulodho (memberikan keteladanan), Ing madyo mangun karsa (membangun
kemauan), Tut wuri handayani (mengembangkan kreativitas peserta didik).
Kenyataannya bahwa pun tidak sedikit guru di sekitar kita yang
sudah memiliki kemauan seperti tersebut di atas, namun guru-guru tersebut
mengalami kesulitan bagaimana cara dapat mewujudkannya. Meskipun juga tidak
dapat dipungkiri, masih ada guru yang belum memiliki keinginan seperti tersebut
di atas, artinya menjadi guru hanya sekadarnya saja, belum sampai dengan
panggilan jiwa. Ketika masih dalam tahap ini, tentu saja kepala sekolah atau
Yayasan hendaknya mencari cara yang jitu untuk membangun kemauan itu.
Kesulitan-kesulitan itu bisa dialami oleh guru yang meskipun telah
menyelesaikan pendidikan sesuai dengan jalurnya yaitu dari jurusan pendidikan. Nah,
apalagi yang berasal dari non-kependidikan. Berdasarkan pengalaman saya selama
memimpin, tantangannya yang dialami oleh guru yang non-kependidikan jauh lebih
banyak. Misalnya saja, perihal perangkat pembelajaran. Apabila yang
nonkependidikan, pastinya tidak mengetahui sama sekali bahwa RPP itu ada dan
bahkan wajib untuk disusun guru. Tentang
kewajiban dalam menyusun perencanaan pembelajaran ada dalam Permendikbud
Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah. Belum lagi tentang silabus, program tahunan, program semester,
penilaian, penyusunan asesmen, penyusunan materi, metode, model atau bahkan
pendekatan pembelajaran. Belum juga mengenal strategi pembelajaran, dan
sebagainya. Nah, dalam proses berupaya untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang
melekat dalam sosok guru tersebut, guru mengalami kesulitan. Belum lagi apabila
ada kebijakan-kebijakan terbaru yang memang sudah seharusnya dilakukan dalam
dunia pendidikan. Guru perlu beradaptasi. Caranya dengan belajar sepanjang
hayat.
Kesulitan dalam mengimplementasikan keilmuwan, hakikatnya tidak hanya dialami oleh guru
saja, profesi lainnya pun juga sama. Baik profesi yang bersifat kedinasan
maupun tidak. Dalam hal ini bisa pedagang, petani, pengusaha, dsb. Karenanya penting
sekali bagi setiap orang yang berprofesi apapun itu, perlu senantiasa untuk
belajar. Bahkan, rasanya pun tidak mungkin untuk berhenti belajar. Karena
hakikatnya belajar itu sepanjang hayat dan hakikatnya manusia ingin mendapatkan
dan melakukan yang terbaik. Meskipun di satu sisi lain, hakikatnya juga setiap
manusia punya rasa malas. Apabila penyakit yang satu ini timbul, maka hendaknya
segera diatasi oleh dirinya sendiri dan bisa juga dibangkitkan oleh orang
disekelilingnya. Sekiranya ini tidak akan menjadi penghambat, baik bagi dirinya
untuk meningkatkan kompetensi diri dan atau juga bisa bagi orang dilingkungan
sekitarnya dan ataupun bagi instansinya. Apabila penyakit ini melanda seorang
guru, hal ini juga dapat berdampak pada kualitas layanan pada peserta didiknya.
Dikutip dari Hakim (2018) bahwa dalam sebuah hadits, nabi
Muhammad saw menyampaikan adanya kewajiban umat islam untuk menuntut atau
mencari ilmu, dan di dalam kitab ta’limul muta’allim disebutkan bahwa
salah satu syarat menuntut ilmu adalah thulu zaman atau membutuhkan
waktu yang panjang dan berkelanjutan. Menurutnya, mencari ilmu seumur hidup adalah
sebuah kewajiban dan perjuangan yang tidak mengenal pensiun jika niatnya karena
Allah Swt atau nawaitu-nya fillah. Belajar disini maknanya bisa
luas, tidak sekadar atau sebatas belajar dalam bangku perkuliahan. Belajar bisa
juga dilakukan dilakukan dengan melihat, mengamati, menulis lalu dipikirkan dan
diimplementasikan. Pun dalam proses mengimplementasikan terjadi proses belajar.
Sehingga rasanya tidaklah mungkin, kita sebagai manusia yang secara kodrati
diberikan amanah sebagai khalifah di muka bumi berhenti untuk belajar. Apalagi
seseorang yang berprofesi menjadi guru, tidaklah mungkin dan rasanya tidaklah
boleh. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, mengingat guru merupakan agen
pembelajaran yang mempunyai peran strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan
nasional, dimana guru adalah ujung tombak pendidikan. Makna dari agen
pembelajaran sendiri menurut UU No 14 Tahun 2005 bahwa guru berperan sebagai
fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi
bagi peserta didik.
Untuk memfasilitasi dan atau mendorong guru belajar, maka
satuan pendidikan selaku unit terkecil dalam pendidikan, dan dalam hal ini
kepala sekolah sebagai pemegang kebijakan, hendaknya melaksanakan kegiatan atau
program yang dapat memberikan kesempatan bagi guru untuk belajar demi peningkatan
kompetensinya. Kompetensi menurut UU No 14 Tahun 2005 merupakan seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Kompetensi tersebut
meliputi kompetensi pedagogi, kepribadian, profesional, dan sosial.
Kompetensi pedagogik
yaitu kemampuan dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif,
dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi profesional yaitu
kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Dan kompetensi
sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua atau wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Pemberian kesempatan bagi guru untuk meningkatkan kompetensi
penting dilakukan, antara lain dikarenakan: (1) hak bagi guru untuk diberikan
kesempatan dalam mengembangkan diri; (2) hak bagi peserta didik untuk
memperoleh pendidikan yang terbaik; dan (3) dalam rangka untuk meningkatkan
kualitas sekolah. Selanjutnya, dalam
bukunya berjudul ‘Gurunya Manusia’, Chatib (2018) mengemukakan bahwa frekuensi
waktu belajar para guru sangat menentukan baik tidaknya kualitas sekolah.
Menyadari dan berdasarkan hal tersebut di atas, maka berbagai upaya
peningkatan kompetensi dilakukan di SMA Plus ‘Bustanul Ulum’ Puger. Dimana, selama
tiga bulan terakhir ini, terdapat tujuh upaya yang dikembangkan dengan serius
untuk memfasilitasi guru dalam belajar demi peningkatan kompetensinya, antara
lain:
1.
Pelatihan penyusunan perencanaan
pembelajaran melalui kegiatan IHT (In House Training) yang dilaksanakan
pada tanggal 5 Juli 2021 dengan pemateri dari Cabang Dinas Pendidikan Provinsi
Jawa Timur: Bapak Drs. Sutiono. M. Pd. Melalui kegiatan IHT diharapkan guru
tidak hanya sekadar bisa menyusun perencanaan pembelajaran, namun sudah dalam
tahap mengembangkan perencanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran yang
dikembangkan guru yang salah satunya berupa RPP disesuaikan dengan Surat Edaran
Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) dimana penyusunan RPP hendaknya dilakukan dengan prinsip efisien,
efektif, dan berorientasi pada murid. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Imroatun (2018); Corinorita (2017) yang menyatakan bahwa kegiatan IHT mempunyai
pengaruh yang positif terhadap kompetensi pedagogik guru antara lain kompetensi
dalam penyusunan RPP.
2.
Pembimbingan penyusunan
perencanaan pembelajaran oleh rekan sejawat atau kolega. Kegiatan belajar yang
berprinsip pada belajar rekan sejawat dikenal sebagai Supervisi Kolegial. Cara
belajar bersama rekan sejawat yang dikenal dengan sebutan Supervisi Kolegial ini
merupakan salah satu program unggulan dalam pengembangan kompetensi guru.
Program ini telah memperoleh penghargaan dari Gubernur Provinsi Jawa Timur pada
tahun 2020.
Kegiatan pembimbingan ini
merupakan bagian dari tindak lanjut atau bagian yang mendukung kegiatan belajar
pada point sebelumnya. Artinya bahwa satu kegiatan didukung dengan kegiatan
lainnya. Dengan ini diharapkan dapat diperoleh hasil perencanaan pembelajaran
yang berkualitas. Hasil dari kegiatan ini berupa perangkat pembelajaran yang
diupload dalam Dokumen e-KTSP SMA Plus ‘Bustanul Ulum’ Puger.
3.
IHT penyusunan instrumen
penilaian berbasis Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) secara kolegial.
Implementasinya dilakukan dengan menggunakan narasumber dari kolega atau rekan
sejawat: Nonik Purwati, M. Pd. Hal ini dilakukan sebagai bentuk komitmen dalam
menerapkan Supervisi Kolegial di SMA Plus ‘Bustanul Ulum’ Puger. Pelaksanaannya
pada tanggal 6 Juli 2021.
4.
Penyusunan instrumen Penilaian
Tengah Semester (PTS) berbasis AKM. Selama kegiatan penyusunan instrumen,
proses belajar dilakukan oleh guru, baik secara mandiri maupun dengan belajar
bersama rekan sejawat. Belajar secara mandiri dilakukan guru dengan membaca dan
atau mengerjakan instrumen soal yang berasal dari buku yang tersedia di
perpustakaan sekolah maupun soal latihan-latihan soal berbasis AKM yang
dikembangkan oleh Pusmenjar. Selain itu, guru juga mempelajari instrumen soal
dalam simulasi dan gladi resik yang telah dilaksanakan pada 26 Agustus 2021 dan
6 September 2021 lalu. Dengan mempelajari instrumen tersebut, diharapkan guru
akan dapat memperoleh gambaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan
kualitas asesmen. Dan dalam proses penyusunan instrumen penilaian PTS juga
terjadi proses menerapkan Supervisi Kolegial karena ada proses belajar bersama
rekan sejawat. Hal ini merupakan upaya dalam meningkatkan kompetensi
profesional guru.
5.
Lomba antar kelas. Melalui
kegiatan lomba antar kelas, setidaknya ada dua proses belajar yang dilakukan
guru yang didalamnya juga sebagai wali kelas.
a.
Guru terdorong untuk belajar
mengelola peserta didiknya masing-masing agar bergerak bersama untuk
mensukseskan kegiatan dan berkompetisi untuk menjadi juara. Dalam hal ini ada
proses belajar wali kelas dalam mengelola kelasnya masing-masing agar sebisa
mungkin dapat menjadi juara.
b.
Guru terdorong untuk belajar
membuat video, karena dalam kegiatan lomba antar kelas, panitia juga menggelar
lomba video yang pembinanya merupakan wali kelas masing-masing. Ini bagian
peningkatan kompetensi guru dalam memanfaatkan teknologi. Sehingga harapannya,
kecanggihan teknologi dapat dimanfaatkan secara positif oleh peserta didik.
6.
Menjadi panitia dan atau juri
kegiatan sekolah. Dengan menjadi panitia dan atau juri kegiatan sekolah, guru
akan terdorong untuk meningkatkan kompetensi dirinya yang diperlukan untuk
mensukseskan setiap kegiatan. Ini dapat ditunjukkan dalam proses ketika guru
melakukan layanan, menyusun instrumen soal lomba dan atau juknis lomba secara
berkualitas. Dalam tugas kepanitiaan ini, juga terjadi interaksi antar guru,
guru dengan peserta didik, guru dengan orang tua/wali murid, guru dengan dinas
terkait, atau bahkan guru dengan masyarakat. Dengan ini maka kompetensi kepribadian
dan kompetensi sosial guru dapat dikembangkan secara optimal.
7.
Kegiatan Belajar Bersama Yayasan
(BBY) yang merupakan program yang dikembangkan oleh YWSPI Bustanul Ulum
Mlokorejo. Melalui kegiatan ini guru dan atau karyawan diberikan kesempatan
untuk meningkatkan kompetensi dirinya dan juga berbagi pengetahuan atau pengalamannya
pada sesama rekan guru dan atau karyawan. Peningkatan dalam BBY ini bisa
berkaitan dengan kemampuan dalam berkomunikasi, kepercayaan diri, tanggung
jawab, ilmu pengetahuan, menulis, menggunakan media pembelajaran, serta
karakter religius.
Tujuh upaya tersebut adalah upaya yang dilaksanakan selama
tiga bulan terakhir ini. Selain itu ada upaya-upaya lain yang pun mendapat
perhatian bersama antara lain pelatihan penulisan artikel dan memberikan
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara baik. Pada upaya ini,
tingkat kemauan guru untuk meningkatkan kompetensi dirinya sangat baik. Artinya
guru ada keinginan dari dirinya sendiri untuk melanjutkan pendidikan sesuai
dengan bidang keilmuwannya. Sekolah hanya sekadar memberikan izin dan mengatur jadwal
pelajaran guru yang terkait sesuai dengan jadwal perkuliahannya. Sejauh ini,
yang telah menyelesaikan perkuliahan pada jenjang pascasarjana antara lain Dewi
Setyowati~penulis; Nonik Purwati, M. Pd; Syafiudin, M. Pd; dan Muhyidin, S.
Hum., M. Pd. Yang sedang melanjutkan perkuliahan antara lain Novita Kartika
Sari, SP., S. Pd; Nuning Srirahayu N, S. Pd; Halimatus Sya’diyah, S.S; dan
Habibatul Masruroh, S. Pd.
Selain itu, upaya lain yang dilakukan dalam waktu dekat ini,
guru dan karyawan diberikan kesempatan berkarya dengan menulis dalam program
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yaitu menulis dalam majalah sekolah MEDIA SMABU Edisi
04 dan Gerakan Sekolah Menulis Buku (GSMB) SMABU Tahun Ke-2. Hal ini penting
untuk dilakukan karena selain demi memberikan kesempatan guru untuk
meningkatkan bakat dan potensinya, juga bermanfaat dalam penilaian kinerja guru
pada saat proses memperoleh sertifikasi. Salah satu program yang dikembangkan
oleh pemerintah berkaitan dengan guru dan dosen.
Akhirnya bahwa, hakikat dari program yang dikembangkan di SMA
Plus ‘Bustanul Ulum’ Puger berprinsip pada Best Practise Supervisi
Kolegial dan Best Practise GLS (Gerakan Literasi Sekolah). Semoga dua program
yang telah mendapatkan penghargaan pada tingkat provinsi dan nasional, dapat
berjalan istiqomah dan kualitasnya dapat meningkat. Sehingga dapat mewujudkan
visi sekolah yaitu Terwujudnya Sekolah Unggul, Berakhlakul Karimah, Peduli dan
Sadar Lingkungan, Serta Berjiwa Wirausaha.
Referensi
Chatib, M. 2018. Gurunya Manusia: Menjadikan
Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Corinorita. 2017. Pelaksanaan In House Training
Untuk Meningkatkan Kompetensi Guru Dalam Menyusun RPP Di Sekolah Menengah
Pertama. Suara Guru: Jurnal Ilmu Pendidikan Sosial, Sains, dan Humaniora,
3(1)117-122. Dari http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/%20suaraguru/article/viewFile/3054/1950.
Diunduh 12 September 2021.
Hakim, L. 2018. Mengapa Diwajibkan Mencari Ilmu
Seumur Hidup? Dari https://www.nu.or.id/post/read/92498/mengapa-diwajibkan-mencari-ilmu-seumur-hidup.
Diunduh 12 September 2021.
Imroatun, N. 2018. Pengaruh In House Training
Terhadap Kompetensi Pedagogik Guru Di MI Istiqomah Sambas Purbalingga.
Purwokerto: IAIN Purwokerto. Dari http://repository.iainpurwokerto.ac.id.
Diunduh 12 September 2021.
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005.